Noviana Putri
25215137
2EB19
Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Internasional
Pada dasarnya sumber-sumber hukum formil internasional sebagaimana terdapat
dalam pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional juga sumber hukum ekonomi
internasional. Menurut pasal tersebut, sumber-sumber yang dimaksud adalah:
1. Perjanjian Internasional
2. Kebiasaan internasional
3. Prinsip-prinsip hukum umum
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang
terpandang di berbagai negara
Namun pada kenyataanya masih ada dimungkinkan adanya sumber-sumber hukum
lain yang dalam hal ini disebabkan adanya pendatang hukum baru, yakni
produk-produk hukum yang dibentuk oleh organ-organ atau badan-badan organisasi
internasional (secondary law).
1. Perjanjian Internasional
Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian (treaty) adalah suatu kesepakatan
internasional dalam bentuk tertulis yang diadakan oleh negara-negara dan diatur
oleh hukum internasional. Perjajian tersebut dapat tertuang dalam suatu
instrument tunggal atau lebih.
Undang-Undang No.24 Tahun 2000, perjanjian internasional adalah perjanjian,
dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum
publik.
Sedangkan karena perjanjian ekonomi internasional adalah perjanjian yang
pada umumnya tunduk pada prinsip-prinsip perjanjian internasional maka
perjanjian ekonomi internasional pun tunduk pada UU No.24 Tahun 2000 (untuk
Indonesia)
Perjanjian internasioanl tidak semata-mata menciptakan hak dan kewajiban di
negara-negara tetapi juga antara negara dan organisasi internasional. Secara
tidak langsung perjajian internasional juga mengatur hubungan dan kepentingan
(ekonomi) individu dengan negaranya.
Masalah-masalah dalam perjajian ekonomi internasional:
1.
Sulitnya koordinasi antara suatu perjajian dengan perjanjian dengan
perjajian lainya
2.
Perbedaan penafsiran, kususnya saat terjadi sengketa di antara para pihak
terhadap perjanjian tersebut
3.
Masuknya suatu perjanjian ekonomi internasional ke dalam hukum nasional,
pada prakteknya tidak ada keseragaman
Pada dasarnya perjajian ekonomi internasional memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
1.
Berpengaruh, tidak saja pada hubungan negara-negara tetapi juga sistem
hukum dan politik negara-negara yang menjadi pihak atau peserta pada perjajian
tersebut
2.
Umumnya mengatur mengenai kewenangan negara peserta dalam mengatur
kebijakan ekonomi dan kepentingan ekonomi, sehingga efektivitas dan kelanjutan
dari perjanjian ini bergantung pada pesertanya
3.
Untuk dapat berlaku suatu perjajian haruslah ada terapan di dalam hukum
nasional dari negara pesertanya, sehingga efektivitas dari perjajan ini
bergangtung pada efektivitas perjajian tersebut
a. Perjajian Bilateral
1) Perjajian Persahabatan, Dagang, Navigasi (FCN - Friendship, Commerce and
Navigation)
Perjanjian bilateral ini tumbuh subur di abad pertengan di Eropa. Umumnya
perjanjian ini memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·
Hak untuk melakukan bisnis dan untuk bertempat tinggal di negara lain;
·
Perlindungan terhadap individu dan perusahaanya;
·
Hak dan perlakuan khusus terhadap individu dan perusahaanya berkaitan
dengan : praktek profesi, pemilikan harta atau kekayaan, paten, pajak,
pengurangan pendapatan dan modal, kompetisi dari perusahaan milik negara,
ekspropriasi dari atau nasionalisasi, akses ke pengadilan.
·
Perdagangan (pajak dan hambatan kuantitatif);
·
Perkapalan;
·
Penyerahan sengketa berdasarkan perjanjian kepada Mahkamah Internasional
Namun setelah Perang Dunia II, perjanjian FCN cenderung beralih kepada
pendirian perusahaan di luar negeri dan hak memajukan penanaman modal swasta.
Hal tersebut karena dua sebab : pertama, sebagai akibat langsung dan
meningkatnya peranan penanaman modal asing setelah Perang Dunia II dan kedua,
karena lahirnya kerangka pengaturan perdagangan GATT.
2) Perjanjian Penanaman Modal Bilateral (BIT – Bilateral Investment Treaty)
Dengan semakin meningkatnya penanam modal dari Amerika setelah Perang Dunia
II, pemerintah negara tersebut mengadakan suatu program untuk membuat
perjanjian-perjanjian bilateral mengenai persahabatan, perdagangan dan navigasi
serta masalah-masalah komersial lainya. Namun upaya ini kemudian menyusut
karena negara berkembang umunya merasa skeptis dan segan untuk memberikan
jaminan-jaminan perlindungan sebagaimana dalam perjanjian.
Akhinya sebagai pengganti FCN, muncul perkembangan baru di akhir tahun
1990-an yaitu BIT. Awalnya negara-negara eropa mengupayakan perlunya suatu
pengaturan penanaman-penanaman modal oleh suatu warga negara di dalm wilayah
negara lainya.
Menurut Salacuse, sebab negara-negara eropa lebih sukses dalm mengadakan
perjanjian adalah : pertama, sikap negara-negara eropa tidak terlalu menuntut
di dalam pengaturaan-pengaturan dan persyaratan BIT dan kedua, adanya hubungan
negara-negara eropa dengan bekas koloninya menjadi salah satu pendorong bagi
negara-negara ini untuk mengadakan perjanjian-perjanjian penanaman modal dengan
bekas penguasa koloninya.
Alasan BIT menjadi pilihan yang populer:
·
Adanya dorongan yang kuat dari warga-warga negara tertentu untuk mengadakan
penanaman modal langsung di negara-negara lain. Dengan ini timbul suatu
kebutuhan untuk menciptakan suatu kerangka hukum internasional yang stabil
untuk mendorong dan melindungi penanam-penanam modal tersebut
·
Hukum Internasional dirasa memberikan sedikit perlindungan hukum kepada
investor asing dan tidak memiliki suatu mekanisme yang mengikat untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa penanaman modal
Secara umum aturan-aturan dasar dalam BIT sbb:
·
Fair and Equitable Treatment ; tidak memperlakukan diskriminatif dan
memberikan perlindungan dan keamanan hukum sebagaimana disyaratkan dalam hukum
internasional
·
National Treatment ; negara tuan rumah harus memperlakukan dengan sama
terhadap penanaman modal dari mitra dagangnya seperti halnya terhadap penanaman
modal yang dilakukan oleh warga negara dan perusahaan-perusahaanya
·
Most-Favoured-Nation Treatment ; umunya memuat aturan dasar MFN, yakni
perlakuan yang sama sebagaimana diberlakukan perlakuan terhadap negara ketiga
·
Kombinasi National Treatment dan Most-Favoured-Nation Treatment
b. Perjanjian Ekonomi Regional
Dewasa ini semakin banyak negara mengadakan perjanjian guna membentuk
organisasi regional seperti free trade areas atau common markets. Dasar hukum
pembentukan organisasi ekonomi regional ini terdapat misalnya dalam Pasal XXIV
GATT.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Kebiasan internasional lahir karena dua faktor : pertama, adanya suatu
tindakan yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus dan kedua, masyarakat
internasional memandang tindakan tersebut sebagai mengikat (opinion juris sive
necessitates)
Menurut Schwarzerberger, hukum kebiasaan internasional mempunya tiga fungsi
penting:
1.
Memberi latar belakang dan dasar-dasar bagaimana hukum ekonomi
internasional yang sifatnya konsensual harus ditafsirkan
2.
Member berbagai aturan yang mengatur hukum-hukum ekonomi mengenai TORT
dalam hukum ekonomi internasional (perbuatan melawan hukum) dan sengketa-sengketa
ekonomi
3.
Dengan menggeneralisasi aturan-aturan khusus terhadap pedagang asing, hukum
kebiasaan internasional telah meletakan dasar bagi aturan-aturan hukum
kebiasaan mengenai kebebasan di laut di waktu damai dan perang, dan
aturan-aturan mengenai standar minimum bagi perlakuan terhadap orang asing
3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Contoh prinsip hukum umum dalam hukum internasional dan penting juga dalam
hukum ekonomi internasional, misalnya; prinsip good faith (iktikad baik) di
dalam merundingkan dan melaksanakan perjanjian, prinsip tanggung jawab negara,
yaitu manakala suatu negara melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara
lain, maka negara tersebut bertanggungjawab atas tindakan-tindakan dan akibat
perbuatanya.
4. Putusan Hakim Sebelumnya dan Doktrin
Sifatnya hanya sebagai sumber hukum tambahan yang hanya memiliki kekuatan
”pengaruh” saja bagi pera hakim daam menangani sengketa yang dihadapinya.
Sedangkan doktrin peranya pun masih sangat kecil, hal ini disebabkan karena
sulitnya para sarjana melepaskan dirinya kepentingan ekonomi negaranya guna
menyetujui dan menghasilkan suatu jurisprudensi atau doktrin sebagai sumber
hukum tambahan
5. Resolusi
Organisasi-organisasi internasional yang berfungasi mengatur
hubungan-hubungan ekonomim juga mengeluarkan cukup banyak resolusi. Namun
lagi-lagi tidak jelas mengenai kekuatan sumber ini.
Menurut Hermann Mosler ada banyak yang menentukan apakah suatu resolusi
mengikat atau tidak. Misalnya saja, kehendak organisasi yang bersangkutan,
muatan prinsip-prinsip yang terdapat dalam resolusi tersebut, dan apakah
negara-negara pada umumnya mendukung resolusi tersebut.
6. Keputusan–Keputusan (Decisions) Organisasi Internasional
Pada pokoknya keputusan-keputusan demikian hanya berlaku dan mengikat
anggotanya. Bentuk putusan banyak dikeluarkan dalam hal membuat aturan tingkah
laku (international norms of conduct).
Peran keputusan ini dalam perkembanganya menjadi cukup penting hal ini
berkaitan dengan semakin banyaknya organisasi internasional yang mengeluarkan
keputusan ini guna mengtur hubungan ekonomi internasional.
7. Aturan Tingkah Laku (Codes of Conduct)
Suatu instrument tertulis yang memuat suatu kodifikasi prinsip dan aturan
secara sistematis. Dibuat bisanya dalam suatu organisasi untuk mengikat
anggotanya. Dan bentuk ini umunya ditempuh oleh organisasi yang khususnya tidak
begitu memiliki suatu kelembagaan yang kuat dan tidak begitu memilki
ketentuan-ketentuan lengkap guna mencapai tujuan-tujuan organsasi.
Sumber : Adolf, Huala. 2003. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta :
Rajawali Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar