Tokyo Bar Association (TBA), sebuah asosiasi praktisi hukum dari Jepang menyoroti lemahnya sistem hukum di Indonesia yang dikhawatirkan akan berdampak pada investasi di sektor infrastruktur.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang bersemangat membangun infrastruktur di berbagai bidang, tetapi tampaknya banyak terhambat oleh, di antaranya, lemahnya sistem hukum di Indonesia, kata Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI), Dr Laksanto Utomo mengutip pernyataan Sekjen Tokyo Bar Association, Takahiro Ujihara dalam diskusi terbatas di Jepang, Minggu.
Takahiro, kata Laksanto lewat saluran teleponnya mengatakan, banyak investor Jepang yang akan maupun sudah melakukan investasi ke Indonesia mengalami kesulitan, khususnya dalam menyelesaikan sengketa hukum.
Oleh karenanya, kata Laksanto, pihak asosiasi para praktisi hukum Jepang akan melakukan kerja sama dengan APPTHI melakukan tukar informasi sistem hukum di Jepang dan Indonesia.
Ia juga menyoroti adanya perpecahan asosiasi hukum di Indonesia seperti Peradi dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang hingga saat ini belum mampu diselesaikan oleh otoritas hukum Indonesia secara baik.
Hal itu kata Laksanto, juga mempengaruhi pandangan para investor, misalnya apakah akan menggandeng kelompok Peradi atau KAI dalam menyelesaikan masalah hukum.
Dalam diskusi itu, Laksanto menyampaikan berbagai sistem hukum dan pelaksanaannya di Indonesia, karenanya, APPTHI siap menjadi mitra Tokyo Bar Association untuk memberi pemahaman lebih lengkap terhadap sistem hukum di Indonesia.
Laksanto juga mengatakan, di tengah pertumbuhan ekonomi global yang belum membaik, investasi Jepang di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Hal itu membuat Jepang jadi mitra strategis Indonesia.
"Indonesia dan Jepang mengalami peningkatan hubungan bilateral khususnya bidang ekonomi yang cukup baik pascapertemuan Perdana Menteri Shinzo Abe dengan Presiden Joko Widodo beberap bulan silam," katanya.
Investasi Jepang di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dalam periode 2015-2016, mencapai sekitar 4,498 miliar dollar AS, katanya.
Guna mendukung kebijakan pemerintah dalam menarik investor khususnya dari Jepang, APPTHI siap berperan aktif untuk membantu berbagai masalah hukum jika terjadi sengketa antara investor asing, Jepang dan para penanam modal dalam negeri, katanya.
Sementara itu Prof Faisal Santiago, anggota dewan penasehat APPTHI menambahkan untuk mengurangi penumpukan berkas pengadilan di Indonesia, sebaiknya perkara sengketa perdata diselesaikan lewat arbitrase internasonal atau nasional.
"Dalam diskusi itu saya juga menyampaikan agar dalam klausul perjanjian investasi antara Indnesia dan Jepang sebaiknya memanfaatkan lembaga arbitrase," katanya.
Arbitrase, kata Faisal, saat ini sudah menjadi pilihan hampir semua investor asing dalam menyelesaikan sengketa investasi.
"Semua pihak menyadari, biaya penyelesaian sengketa lewat pengadilan negeri cukup mahal dengan waktu cukup lama. Sementara jika lewat arbitrase waktunya cepat dan biaya murah, sementara kepastian hukum mudah dicapai," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar