Minggu, 04 Juni 2017

Ekonomi & Lemahnya Hukum (tulisan8)

Ekonomi dan Lemahnya Hukum
Dalam setiap pembahasan tentang penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi dan buruknya minat investasi di Indonesia, salah satu faktor utama yang selalu disebut adalah lemahnya sistem hukum, baik jaminan terhadap kepemilikan individu (property rights), kontrak, penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, dan korupsi.
Namun, ironis untuk menyatakan bahwa bekerjanya sistem hukum yang baik adalah persyaratan bagi masuknya investasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena membangun sistem hukum yang andal membutuhkan waktu lama dan mahal biayanya.
Selama ini pembangunan sistem hukum di Indonesia tidak pernah mendapatkan prioritas. Sekarang pun, meski kerap kali dinyatakan sebagai prioritas oleh pemerintah, tetapi dalam pelaksanaannya tidak demikian. Mengharapkan sistem hukum bekerja sebagaimana di negara-negara maju akan membutuhkan waktu yang bahkan mungkin mencapai beberapa dekade. Apakah dengan demikian kita harus menunggu sistem hukum bekerja dengan baik terlebih dahulu baru kemudian perkembangan ekonomi mengikutinya?
Tentu saja jawaban yang tepat adalah harus dilakukan bersamaan. Ini berarti pada saat sistem hukum diperbaiki dan dikembangkan, kegiatan ekonomi juga harus mengalami perkembangan. Namun, apakah ini mungkin terjadi?
DALAM disiplin ilmu ekonomi, pentingnya sistem hukum tidaklah diabaikan, bahkan terdapat kesepakatan umum bahwa kerangka hukum merupakan persyaratan perlu (necessary condition) agar sistem ekonomi pasar dapat bekerja dengan berhasil. Bahkan, kalangan yang dikenal sebagai libertarian yang ekstrem menganggap kerangka hukum sebagai syarat perlu dan cukup (necessary and sufficient) bagi berfungsinya pasar dengan baik.
Teorema Coase yang terkenal menyatakan, jika hak milik pribadi dijamin, maka kontrak yang dilakukan secara sukarela (voluntary contract) dapat mencapai seluruh keuntungan ekonomi yang ada, termasuk internalisasi terhadap eksternalitas dan penyediaan barang publik (public goods). Jadi, teori ekonomi konvensional tidak mengabaikan pentingnya hukum, hanya permasalahannya menganggap berfungsinya sistem hukum dengan baik sebagai pemberian (taken for granted).
Asumsinya, negara yang memonopoli penggunaan paksaan (coercion), dan negara merencanakan serta menjalankan hukum dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan rakyat (social welfare).
Pandangan sederhana ini membuat analisis ekonomi menjadi sangat terfokus pada bekerjanya pasar dengan mengutamakan kebijaksanaan liberalisasi dan deregulasi. Namun, belakangan disadari bahwa analisis ini tidak memadai untuk menjelaskan dan mencari jalan keluar bagi pemulihan ekonomi seperti yang terjadi di Indonesia.
Meski perekonomian telah diliberalisasi sedemikian jauh, pertumbuhan ekonomi tetap rendah karena tidak berkembangnya investasi. Sayang, hanya negara maju yang mempunyai sistem hukum sebagaimana diidealisikan para ekonom, yaitu pemerintah menjalankan sistem hukum dengan perhatian utama pada memaksimalkan kesejahteraan sosial.

Di semua negara dalam sejarahnya, pengembangan sistem hukum sangat mahal, lambat, tidak dapat diandalkan (unreliable), bias, korup, bahkan tidak ada sama sekali. Di banyak negara keadaan seperti ini masih berlaku. Bekerjanya pasar dalam sistem hukum yang demikian sangat berbeda dengan pasar sebagaimana yang digambarkan dalam teori ekonomi konvensional.
Tentu saja kegiatan ekonomi tidak berhenti hanya karena pemerintah tidak dapat menyediakan sistem hukum yang dapat diandalkan. Karena itu, biasanya masyarakat sendiri mengembangkan alternatif institusi untuk menyubstitusikan lemahnya sistem hukum yang disediakan pemerintah. Termasuk di dalamnya melakukan perlindungan sendiri atau mempekerjakan tenaga keamanan profesional untuk melindungi hak milik, mengembangkan jaringan informasi, dan memanfaatkan norma-norma sosial termasuk dengan hukumannya untuk menjamin suatu kontrak dihargai dengan baik.
Dalam versi ekstrem, Teorema Coase menyatakan bahwa segala sesuatunya akan bekerja sebisanya dalam keadaan apa pun. Sayangnya, apa yang terjadi di Indonesia, bekerjanya institusi alternatif tersebut jauh dari optimal bahkan banyak yang merugikan negara dan masyarakat pada umumnya, seperti perlindungan terhadap penambangan dan penebangan hutan liar, dan premanisme.
Pada saat sistem hukum formal tidak berfungsi baik, selalu ada alternatif pengganti sekalipun tidak optimal.
PROSES untuk membangun sistem hukum dan memperbaikinya sampai tingkat dapat berfungsi baik adalah lambat dan mahal. Namun, ini tdak berarti kita harus meniru sepenuhnya dengan apa yang dikembangkan di negara-negara Barat.
Mungkin kita membangun dan memanfaatkan alternatif institusi yang tersedia dan mengembangkannya sambil kita mengembangkan sistem hukum yang benar-benar dapat diandalkan dalam jangka panjang.
Tentu saja untuk melakukannya, kita harus memahami bagaimana bekerjanya berbagai institusi, dan bagaimana mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain dalam keadaan di mana sistem hukum yang disediakan pemerintah masih lemah keadaannya.
Bahkan, di negara-negara maju sekali pun, di mana sistem hukum berjalan dengan baik, perselisihan ekonomi dan non- ekonomi tidak segera dipecahkan di pengadilan. Proses peradilan pada umumnya merupakan langkah terakhir (the last resort). Masyarakat berusaha memecahkan perselisihan di antara mereka dengan berbagai metode negosiasi, dan hanya jika gagal baru memanfaatkan proses peradilan.
Bahkan, sering kali penyelesaian melalui sistem peradilan menjadi amat mahal dan hasilnya tidak memuaskan kedua pihak. Karena itu, aspek hubungan yang sudah berjalan lama yang saling percaya dan dilakukan secara berulang- ulang (repeated games), dan arbitrase (penyelesaian perselisihan melalui negosiasi) menjadi cara yang amat umum dalam menyelesaikan persoalan bisnis.

Sayang, kita di Indonesia tak mengembangkan dengan baik proses penyelesaian nonperadilan ini dan berharap terlalu banyak, yang kemudian amat mengecewakan, dengan proses peradilan yang masih lemah
Sebagai contoh, penyelesaian perselisihan kontrak energi geotermal Karaha Bodas melalui proses arbitrase internasional disepelekan pihak Indonesia (Pertamina dan pemerintah). Sampai hasil arbitrase itu berkekuatan hukum melalui Peradilan AS, baru pemerintah sibuk menolak putusan yang sudah mengikat itu, untuk membayar sekitar 300 juta dollar AS, dengan mengandalkan sistem hukum kita yang lemah ini.
Jika sejak semula kita membiasakan mempergunakan dan menghargai proses arbitrase, kepastian melakukan investasi di Indonesia akan jauh lebih baik sekalipun sistem hukum masih relatif lemah.
PROSES arbitrase ini yang antara lain perlu dikembangkan dalam menyelesaikan perselisihan ekonomi-bisnis yang dapat mencakup perselisihan antarperusahaan, antara perusahaan dan pemerintah, antara manajemen dan pekerja, serta antara perusahaan dan masyarakat.
Secara bersamaan dan bertahap, kita juga mengembangkan proses peradilan, paling tidak dalam aspek tertentu terlebih dahulu, misalnya kepailitan, yang dapat menjadi tumpuan terakhir dari penyelesaian perselisihan jika proses arbitrase tidak lagi memadai. Arbitrase dapat mempunyai keuntungan dalam biaya (finansial dan waktu), yang biayanya dapat lebih rendah dibanding sistem peradilan, mempunyai keuntungan dalam penyampaian informasi yang lebih baik, dan kemungkinan dengan hasil yang lebih baik kualitasnya.
Forum arbitrase dapat disesuaikan dengan spesialisasi industri, geografi, dan lain-lain dalam jangkauan perselisihan yang dapat ditangani. Forum arbitrase ini membutuhkan spesialis dalam bidang tertentu dan dapat mengadopsi prosedur dan peraturan mengenai bukti-bukti tertentu namun berlaku sama untuk semua kasus.

Proses arbitrase tentunya tidak mempunyai kekuatan pemaksa yang dimiliki negara (state coercion) untuk memastikan berbagai pihak mengikuti putusan yang dikeluarkan. Namun, proses ini sangat membantu pada saat kita belum dapat mengandalkan sistem hukum yang baik.(Umar Juoro Ketua Dewan Direktur CIDES (Center for Information and Development Studies); Senior Fellow the Habibie Center)

Sistem Hukum Ekonomi yang berlaku di Indonesia (tulisan7)

SISTEM HUKUM EKONOMI YANG BERLAKU DI INDONESIA

Pengertian Hukum
Menurut M.H. Tirtaatmidjaja, SH.”Hukum adalah semua aturan norma yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta “

Pengertian ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Maka penyebab dari masalah ekonomi adalah ketidakseimbangannya kebutuhan ekonomi manusia yang tidak terbatas dengan persediaan yang terbatas.
 Secara sederhana Hukum Ekonomi adalah ketentuan ketentuan yang berlaku di dalam kegiatan ekonomi dan biasanya berpusat pada empat kegiatan dasar ekonomi yaitu produksi , distribusi , pertukaran dan konsumsi .
Seputar Sistem Ekonomi Yang Berlaku Di Indonesia
            Sistem ekonomi Indonesia merupakan cara yang dilakukan masyarakat Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan individu dalam hal ekonomi. Indonesia mengalami tiga kali masa perubahan system ekonomi yaitu :
1)      Sistem Ekonomi Indonesia Yang Berlaku Pada Masa Orde Lama(sebelum tahun 1966)
Sistem politik serta ekonomi pada masa ini semakin dekat dengan pemikiran sosialis/komunis.

2)      Sistem Ekonomi Indonesia Yang Berlaku Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Pertumbuhan ekonomi pada saat orde baru berdasar pada system ekonomi terbuka hal tersebut mengakibatkan memunculkan kepercayaan pihak asing untuk tertarik menanamkan modal.
3)      Sistem Ekonomi Indonesia Yang Berlaku Pada Masa Reformasi (1998 sampai sekarang)
Pada masa ini system perekonomian berubah dimulai ketika pada pemerintahan  BJ HABIBIE sampai pemerintahan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO:
A.     Pada masa pemerintahan BJ.HABIBIE
Juli 1997 rupiah tidak stabil dan terjadi kegoncangan perekonomian nasional. Dan pada oktober 1997 , nilai tukar rupiah terus melemah dari 2500 rupiah per dollar AS hingga 15000 rupiah per dollar AS. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sehingga muncul krisis politik . Krisis tersebut ditunjukkan dengan turunnya presiden soeharto tepatnya pada 21 mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya BJ HABIBIE.
B.     Pada masa pemerintahan ABDURRAHMAN WAHID (1999) :

Pada masa ini system social serta politik di Indonesia mengalami ketidakstabilan. Ketidakstabilan terhadap dua system kehidupan tersebut menaikkan tingkat Country Risk Indonesia.
C.     Pada masa pemerintahan MEGAWATI SOEKARNO PUTRI (2001)
Pada tahun 2002-2003 kondisi ekonomi makro ekonomi semakin membaik . hal tsb mempengaruhi system ekonomi Indonesia dalam hal kurs rupiah stabil dan tingkat suku bunga turun.

D.     Pada masa pemerintahan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004 hingga sekarang )
Kondisi system ekonomi Indonesia tidak berbeda sebelumnya meski dilakukan beberapa program ekonomi , seperti kebijakan presidaen SBY menaikkan harga BBM. Dan kondisi tersebut memperburuk kondisi masyarakat menengah ke bawah .
Hukum Dalam Ekonomi
Adanya hukum ekonomi adalah karena pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian
Dan berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan ekonomi dengan tujuan agar perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini, Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Selain itu Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi social, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai 2 aspek yaitu :
1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2. Aspek engaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara serta merata di seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi Indonesia dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukummengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional,
b) Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut peraturan pemikiran hukum mengenaicara-cara pembegian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam HAM manusia Indonesia. Namun ruang lingkup hukum ekonomi tidak dapat diaplikasikan sebagai satu bagian darisalah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara interdisipliner dan multidimensional. Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam berbagai peraturan undang-undangyang bersumber pada pancasila dan UUD 1945.Sementara itu, hukum ekonomi menganut azas, sebagi berikut :
a.       Azas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan TME.
b.      Azas manfaat.
c.       Azas demokrasi pancasila.
d.      Azas adil dan merata.
e.       Azas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan.
f.       Azas hukum.
g.       Azas kemandirian.
h.      Azas Keuangan.
i.        Azas ilmu pengetahuan.
j.        Azas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuranrakyat.
k.      Azas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
l.        Azas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

Dalam era globalisasi membuat dunia menjadi satu sehingga batas-batas Negara dalam pengertian ekonomi dan hukum menjadi kabur. Oleh karena itu, pertimbangantentang apa yang berkembang secara internasional menjadi begitu penting untuk dijadikan dasar-dasar hukum ekonomi.
Aspek Lain dari Hukum Ekonomi
Aspek dalam hukum ekonomi adalah semua yang berpengaruh dalam kegiatan ekonomi antara lain seperti pelaku dari kegiatan ekonomi , komoditas ekonomi yang menjadi awal dari sebuah kegiatan ekonomi, tanpa kontrol hukum yang jelas, kegiatan ekonomi dapat dijadikan suatu kegiatan yang menyimpang dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan juga merugikan negara
Asas-asas hukum ekonomi indonesia :
a.       Asas manfaat
b.      Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
c.       Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
d.      Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
e.       Asas usaha bersama atau kekeluargaan
f.       Asas demokrasi ekonomi.
g.       Asas membangun tanpa merusak lingkungan.
·         Dasar hukum ekonomi Indonesia :
·         UUD 1945
·         Tap MPR
·         Undang-Undang
·         Peraturan Pemerintah
·         Keputusan Presiden
·         Sk Menteri
·         Peraturan Daerah
Ruang lingkup hukum ekonomi :
Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional pembagiannya sbb:
1.      Hukum ekonomi pertanian atau agraria, yg di dalamnya termasuk norma-norma mengenai pertanian, perburuan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
2.      Hukum ekonomi pertambangan.
3.      Hukum ekonomi industri, industri pengolahan.
4.      Hukum ekonomi bangunan.
5.      Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan pariwisata.
6.      Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7.      Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga, tenaga kerja.
8.      Hukum ekonomi angkutan.
9.      Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam) dll.
Sumber Hukum Ekonomi :
a.       Meliputi:perundang-undangan;perjanjian;traktat;jurisprudensi; kebiasaan dan pendapat sarjana (doktrin)
b.      Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat tergantung pada kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang dianut di suatu negara.
Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
·         Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
·         Sebagai sarana pembangunan
·         Sebagai sarana penegak keadilan
·         Sebagai sarana pendidikan masyarakat
Keempat fungsi tersebut dapat diterapkan dalam hukum ekonomi yang merupakan suatu sistem hukum nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat .
Tugas Hukum Ekonomi :
·         Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum
·         Peningkatan pembangunan ekonomi
·         Perlindungan kepentingan ekonomi warga
·         Peningkatan kesejahteraan masyarakat
·         Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
·         Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata hukum
http://organisasi.org/                                                   
http://www.anneahira.com/hukum-ekonomi.htm

http://www.anneahira.com/sistem-ekonomi-indonesia.htm http://www.scribd.com/doc/25159126/makalah-hukum-ekonomi http://xsaelicia.blogspot.com/2011/04/definisi-tujuan-dan-aspek-lain-dari.html

Sumber Sumber Hukum Ekonomi Internasional (tulisan 6)

Noviana Putri
25215137
2EB19

Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Internasional

Pada dasarnya sumber-sumber hukum formil internasional sebagaimana terdapat dalam pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional juga sumber hukum ekonomi internasional. Menurut pasal tersebut, sumber-sumber yang dimaksud adalah:

1. Perjanjian Internasional
2. Kebiasaan internasional
3. Prinsip-prinsip hukum umum
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang terpandang di berbagai negara

Namun pada kenyataanya masih ada dimungkinkan adanya sumber-sumber hukum lain yang dalam hal ini disebabkan adanya pendatang hukum baru, yakni produk-produk hukum yang dibentuk oleh organ-organ atau badan-badan organisasi internasional (secondary law).

1. Perjanjian Internasional

Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian (treaty) adalah suatu kesepakatan internasional dalam bentuk tertulis yang diadakan oleh negara-negara dan diatur oleh hukum internasional. Perjajian tersebut dapat tertuang dalam suatu instrument tunggal atau lebih.

Undang-Undang No.24 Tahun 2000, perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Sedangkan karena perjanjian ekonomi internasional adalah perjanjian yang pada umumnya tunduk pada prinsip-prinsip perjanjian internasional maka perjanjian ekonomi internasional pun tunduk pada UU No.24 Tahun 2000 (untuk Indonesia)

Perjanjian internasioanl tidak semata-mata menciptakan hak dan kewajiban di negara-negara tetapi juga antara negara dan organisasi internasional. Secara tidak langsung perjajian internasional juga mengatur hubungan dan kepentingan (ekonomi) individu dengan negaranya.

Masalah-masalah dalam perjajian ekonomi internasional:
1.                  Sulitnya koordinasi antara suatu perjajian dengan perjanjian dengan perjajian lainya
2.                  Perbedaan penafsiran, kususnya saat terjadi sengketa di antara para pihak terhadap perjanjian tersebut
3.                  Masuknya suatu perjanjian ekonomi internasional ke dalam hukum nasional, pada prakteknya tidak ada keseragaman

Pada dasarnya perjajian ekonomi internasional memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.                  Berpengaruh, tidak saja pada hubungan negara-negara tetapi juga sistem hukum dan politik negara-negara yang menjadi pihak atau peserta pada perjajian tersebut
2.                  Umumnya mengatur mengenai kewenangan negara peserta dalam mengatur kebijakan ekonomi dan kepentingan ekonomi, sehingga efektivitas dan kelanjutan dari perjanjian ini bergantung pada pesertanya
3.                  Untuk dapat berlaku suatu perjajian haruslah ada terapan di dalam hukum nasional dari negara pesertanya, sehingga efektivitas dari perjajan ini bergangtung pada efektivitas perjajian tersebut
a. Perjajian Bilateral

1) Perjajian Persahabatan, Dagang, Navigasi (FCN - Friendship, Commerce and Navigation)

Perjanjian bilateral ini tumbuh subur di abad pertengan di Eropa. Umumnya perjanjian ini memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·                     Hak untuk melakukan bisnis dan untuk bertempat tinggal di negara lain;
·                     Perlindungan terhadap individu dan perusahaanya;
·                     Hak dan perlakuan khusus terhadap individu dan perusahaanya berkaitan dengan : praktek profesi, pemilikan harta atau kekayaan, paten, pajak, pengurangan pendapatan dan modal, kompetisi dari perusahaan milik negara, ekspropriasi dari atau nasionalisasi, akses ke pengadilan.
·                     Perdagangan (pajak dan hambatan kuantitatif);
·                     Perkapalan;
·                     Penyerahan sengketa berdasarkan perjanjian kepada Mahkamah Internasional

Namun setelah Perang Dunia II, perjanjian FCN cenderung beralih kepada pendirian perusahaan di luar negeri dan hak memajukan penanaman modal swasta. Hal tersebut karena dua sebab : pertama, sebagai akibat langsung dan meningkatnya peranan penanaman modal asing setelah Perang Dunia II dan kedua, karena lahirnya kerangka pengaturan perdagangan GATT.

2) Perjanjian Penanaman Modal Bilateral (BIT – Bilateral Investment Treaty)

Dengan semakin meningkatnya penanam modal dari Amerika setelah Perang Dunia II, pemerintah negara tersebut mengadakan suatu program untuk membuat perjanjian-perjanjian bilateral mengenai persahabatan, perdagangan dan navigasi serta masalah-masalah komersial lainya. Namun upaya ini kemudian menyusut karena negara berkembang umunya merasa skeptis dan segan untuk memberikan jaminan-jaminan perlindungan sebagaimana dalam perjanjian.

Akhinya sebagai pengganti FCN, muncul perkembangan baru di akhir tahun 1990-an yaitu BIT. Awalnya negara-negara eropa mengupayakan perlunya suatu pengaturan penanaman-penanaman modal oleh suatu warga negara di dalm wilayah negara lainya.

Menurut Salacuse, sebab negara-negara eropa lebih sukses dalm mengadakan perjanjian adalah : pertama, sikap negara-negara eropa tidak terlalu menuntut di dalam pengaturaan-pengaturan dan persyaratan BIT dan kedua, adanya hubungan negara-negara eropa dengan bekas koloninya menjadi salah satu pendorong bagi negara-negara ini untuk mengadakan perjanjian-perjanjian penanaman modal dengan bekas penguasa koloninya.

Alasan BIT menjadi pilihan yang populer:
·                     Adanya dorongan yang kuat dari warga-warga negara tertentu untuk mengadakan penanaman modal langsung di negara-negara lain. Dengan ini timbul suatu kebutuhan untuk menciptakan suatu kerangka hukum internasional yang stabil untuk mendorong dan melindungi penanam-penanam modal tersebut
·                     Hukum Internasional dirasa memberikan sedikit perlindungan hukum kepada investor asing dan tidak memiliki suatu mekanisme yang mengikat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa penanaman modal

Secara umum aturan-aturan dasar dalam BIT sbb:
·                     Fair and Equitable Treatment ; tidak memperlakukan diskriminatif dan memberikan perlindungan dan keamanan hukum sebagaimana disyaratkan dalam hukum internasional
·                     National Treatment ; negara tuan rumah harus memperlakukan dengan sama terhadap penanaman modal dari mitra dagangnya seperti halnya terhadap penanaman modal yang dilakukan oleh warga negara dan perusahaan-perusahaanya
·                     Most-Favoured-Nation Treatment ; umunya memuat aturan dasar MFN, yakni perlakuan yang sama sebagaimana diberlakukan perlakuan terhadap negara ketiga
·                     Kombinasi National Treatment dan Most-Favoured-Nation Treatment


b. Perjanjian Ekonomi Regional

Dewasa ini semakin banyak negara mengadakan perjanjian guna membentuk organisasi regional seperti free trade areas atau common markets. Dasar hukum pembentukan organisasi ekonomi regional ini terdapat misalnya dalam Pasal XXIV GATT.


2. Hukum Kebiasaan Internasional

Kebiasan internasional lahir karena dua faktor : pertama, adanya suatu tindakan yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus dan kedua, masyarakat internasional memandang tindakan tersebut sebagai mengikat (opinion juris sive necessitates) 

Menurut Schwarzerberger, hukum kebiasaan internasional mempunya tiga fungsi penting:
1.                  Memberi latar belakang dan dasar-dasar bagaimana hukum ekonomi internasional yang sifatnya konsensual harus ditafsirkan
2.                  Member berbagai aturan yang mengatur hukum-hukum ekonomi mengenai TORT dalam hukum ekonomi internasional (perbuatan melawan hukum) dan sengketa-sengketa ekonomi
3.                  Dengan menggeneralisasi aturan-aturan khusus terhadap pedagang asing, hukum kebiasaan internasional telah meletakan dasar bagi aturan-aturan hukum kebiasaan mengenai kebebasan di laut di waktu damai dan perang, dan aturan-aturan mengenai standar minimum bagi perlakuan terhadap orang asing

3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum

Contoh prinsip hukum umum dalam hukum internasional dan penting juga dalam hukum ekonomi internasional, misalnya; prinsip good faith (iktikad baik) di dalam merundingkan dan melaksanakan perjanjian, prinsip tanggung jawab negara, yaitu manakala suatu negara melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara lain, maka negara tersebut bertanggungjawab atas tindakan-tindakan dan akibat perbuatanya.

4. Putusan Hakim Sebelumnya dan Doktrin

Sifatnya hanya sebagai sumber hukum tambahan yang hanya memiliki kekuatan ”pengaruh” saja bagi pera hakim daam menangani sengketa yang dihadapinya. Sedangkan doktrin peranya pun masih sangat kecil, hal ini disebabkan karena sulitnya para sarjana melepaskan dirinya kepentingan ekonomi negaranya guna menyetujui dan menghasilkan suatu jurisprudensi atau doktrin sebagai sumber hukum tambahan

5. Resolusi
Organisasi-organisasi internasional yang berfungasi mengatur hubungan-hubungan ekonomim juga mengeluarkan cukup banyak resolusi. Namun lagi-lagi tidak jelas mengenai kekuatan sumber ini.
Menurut Hermann Mosler ada banyak yang menentukan apakah suatu resolusi mengikat atau tidak. Misalnya saja, kehendak organisasi yang bersangkutan, muatan prinsip-prinsip yang terdapat dalam resolusi tersebut, dan apakah negara-negara pada umumnya mendukung resolusi tersebut.

6. Keputusan–Keputusan (Decisions) Organisasi Internasional

Pada pokoknya keputusan-keputusan demikian hanya berlaku dan mengikat anggotanya. Bentuk putusan banyak dikeluarkan dalam hal membuat aturan tingkah laku (international norms of conduct).
Peran keputusan ini dalam perkembanganya menjadi cukup penting hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya organisasi internasional yang mengeluarkan keputusan ini guna mengtur hubungan ekonomi internasional.

7. Aturan Tingkah Laku (Codes of Conduct)

Suatu instrument tertulis yang memuat suatu kodifikasi prinsip dan aturan secara sistematis. Dibuat bisanya dalam suatu organisasi untuk mengikat anggotanya. Dan bentuk ini umunya ditempuh oleh organisasi yang khususnya tidak begitu memiliki suatu kelembagaan yang kuat dan tidak begitu memilki ketentuan-ketentuan lengkap guna mencapai tujuan-tujuan organsasi.

Sumber : Adolf, Huala. 2003. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta : Rajawali Pers