1. Contoh
Kasus
Jerit Tangis Rita Produsen Vaksin Palsu Saat Dituntut 12 Tahun
Penjara
Ilustrasi palu sidang (Foto:Pixabay)
Rita
Agustina, terdakwa produsen vaksin palsu asal Kota Bekasi menangis histeris
saat mendengar pembacaan tuntutan hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut
Umum (JPU). Dia juga dikenai denda Rp 300 juta.
"Terdakwa
Rita Agustina dan suaminya Hidayat Taufiqurahman tidak memiliki kemampuan
kefarmasian dan izin edar vaksin, sehingga jaksa meminta majelis hakim
menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara berikut denda Rp 300 juta kepada kedua
terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum Kejari Bekasi Andi Adikawira di
Pengadilan Negeri Bekasi, Senin (6/3), seperti dilansir Antara.
Tuntutan
itu dibacakan Andi di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ketua Hakim
Pengadilan Negeri Bekasi Merver Pandiangan, tanpa dihadiri kuasa hukum
terdakwa. Sesaat kemudian, tangisan Rita pecah di ruang sidang. Dia begitu
terkejut dengan tuntutan jaksa.
"Astaghfirullah,
berat sekali tuntutannya, kasihan anak saya tidak ada mamanya," kata Rita
sambil terus menangis histeris di hadapan majelis hakim dan JPU.
Hidayat
yang berada di samping Rita tampak menenangkan perempuan berjilbab itu. Dia
mengelus punggung serta memeluk istrinya tersebut dan memintanya untuk tabah.
Majelis hakim juga ikut menenangkan Rita. Namun Rita tetap tak dapat membendung
rasa sedihnya.
Hakim
ketua Merver Pandiangan pun kembali mempertegas isi tuntutan JPU dan
menyarankan para terdakwa untuk mempersiapkan materi pembelaan pada agenda
sidang berikutnya.
"Sudah,
kalian berdua silakan mempersiapkan pembelaan dan silakan kembali ke sel
tahanan pengadilan. Saya juga minta jangan sampai molor, paling telat Kamis
(9/3) sidang lanjutan dimulai," kata Merver.
Hakim
pun menutup agenda persidangan pembacaan tuntutan tersebut, namun isak tangis
Rita belum terbendung. Bahkan ibu dua anak itu sempat jatuh lemas di tangga
lantai persidangan saat menuju ke sel tahanan. Rita tampak dibopong oleh
suaminya serta petugas pengadilan menuju sel tahanan dengan terus menyebut nama
kedua anaknya.
Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman
diketahui berperan sebagai produsen vaksin palsu tripacel, pediacel, enggerik
B, Harvics dan tuberkolin di rumahnya kawasan Kemang Pratama, Kecamatan Bekasi
Selatan sejak 2010 hingga 2016.
Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman (Foto:Facebook/Rita
Agustina)
Terdakwa
ditangkap petugas pada Juni 2016 berdasarkan kepemilikan barang bukti berupa
alat-alat produksi vaksin di rumahnya yang didapat dari Pasar Proyek, Jalan Ir
H Djuanda, Bekasi Timur.
Dari
20 terdakwa yang terseret dalam kasus vaksin palsu tersebut, ada 7 orang yang
dituntut 12 tahun penjara, termasuk Rita dan suami. Mereka dikenai denda dengan
jumlah variatif, dari Rp 50 juta-Rp 1 miliar. Namun tuntutan tertinggi
ditetapkan kepada Rita dan Hidayat.
"Saat
ini dari 18 berkas kasus dengan 20 terdakwa telah menyelesaikan tahapan sidang
tuntutan," kata Andi Adikawira yang juga Kepala Seksi Pidana Umum Kejari
Kota Bekasi itu.
Nuraini
sebagai pemasok botol bekas dan Agus Priyanto sebagai produsen juga dituntut 12
tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Tuntutan yang sama juga dijatuhkan kepada
Irnawati selaku perawat Rumah Sakit Harapan Bunda Pondok Ungu serta Iin
Sulastri dan Syafrizal selaku produsen.
"Tuntutan
denda Rp 1 miliar dan kurungan selama 10 tahun diterima oleh lima terdakwa atas
perannya sebagai distributor. Mereka adalah Kartawinata, Syahrur Munir,
Sutarman, Mirza dan M Farid," kata Andi.
Sementara
sembilan terdakwa lainnya yakni Sugiyati selaku pengumpul botol menerima
tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Manoguelly Novita selaku
bidang menerima tuntutan 10 tahun penjara berikut denda Rp 100 juta.
Thamrin
selaku pengedar dan perantara dituntut hukuman 9 tahun penjara berikut denda Rp
300 juta. Seno selaku perantara dituntut 9 tahun penjara dengan denda Rp 300
juta, Milna selaku pegawai bidang klinik Jatiasih dituntut 10 tahun penjara.
Suparjan selaku pemilik klinik dituntut 10 tahun penjara, Sutanto selaku
pencetak label kemasan 5 tahun penjara dan dokter Hud Mars 10 tahun penjara.
Para
terdakwa dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. "Kami menargetkan paling lambat 25
Maret 2017 sudah ada putusan pengadilan atas kasus vaksin ini," katanya.
Sumber:
2.
Teori
A. Undang Undang Perlindungan
Konsumen
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
- bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan
spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
- bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era
globalisasi harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu
menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki kandungan
teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang
diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
- bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai
akibat dari proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan
keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;
- bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat
konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab;
- bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan
konsumen di Indonesia belum memadai;
- bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha
sehingga tercipta perekonomian yang sehat;
- bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen;
Mengingat:
Pasal 5
Ayat 1, Pasal 21 Ayat 1, Pasal 27, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
- Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
- Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
- Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun
tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
- Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.
- Promosi adalah kegiatan pengenalan atau
penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat
beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang
diperdagangkan.
- Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke
dalam daerah pabean.
- Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing
untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
- Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
- Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
- Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan
yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha
dan konsumen.
- Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan
yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
- Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
- meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
- mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
- meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
- menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
- meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang,
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah:
- hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan / atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah:
- membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
- beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
- membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah:
- hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
- hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
- hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan /
atau jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
BAB IV
PERDUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8
- Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
- tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau
netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang tersebut;
- tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan
jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
- tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan
atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut,
- tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi,
proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
- tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau
jasa tersebut;
- tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka
waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
- tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
- tidak memasang label atau membuat penjelasan barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan
alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus di pasang/dibuat;
- tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang,
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1
dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau
seolah-olah:
- barang tersebut telah
memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu
tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
- barang tersebut dalam keadaan
baik dan/atau baru;
- barang dan/atau jasa
tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu;
- barang dan/atau jasa
tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan
atau afiliasi;
- barang dan/atau jasa
tersebut tersedia;
- barang tersebut tidak
mengandung cacat tersembunyi;
- barang tersebut rnerupakan
kelengkapan dari barang tertentu;
- barang tersebut berasal dari
daerah tertentu;
- secara langsung atau tidak
langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
- menggunakan kata-kata yang
berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau
efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
- menawarkan sesuatu yang
mengandung janji yang belum pasti.
- Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilarang untuk diperdagangkan.
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat
1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang
dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
- harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
- kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
- kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi
atas suatu barang dan/atau jasa;
- tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan;
- bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan
melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen
dengan:
- menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah
telah memenuhi standar mutu tertentu;
- menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah
tidak mengandung cacat tersembunyi;
- tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan
melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
- tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu
dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
- tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau
dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
- menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa
sebelum melakukan obral.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam
waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan,
atau diiklankan.
Pasal 13
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang
dijanjikannya.
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan,
dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang, ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara
undian, dilarang untuk:
- tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu
yang dijanjikan;
- mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
- memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang
dijanjikan;
- mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai
hadiah yang dijanjikan;
Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
melalui pesanan dilarang untuk:
- tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu
penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
- tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau
prestasi.
Pasal 17
- Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang:
- mengelabui konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif
jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
- mengelabui jaminan/garansi
terhadap barang dan/atau jasa;
- memuat informasi yang
keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
- tidak memuat informasi
mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
- mengeksploitasi kejadian
dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
- melanggar etika dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
- Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan
peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1.
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
- Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
- menyatakan pengalihan
tanggungjawab pelaku usaha;
- menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
- menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
- menyatakan pemberian kuasa
dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung, maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
- mengatur perihal pembuktian
atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh
konsumen;
- memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan
konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
- menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha
dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
- menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli olch konsumen
secara angsuran.
- Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang
letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara
jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
- Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh
pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
- Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
- Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
- Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
- Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2
tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan
yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
- Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat
barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan
oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
- Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa
asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen
atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan
Pasal 21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi
tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat
digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24
- Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada
pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila:
- pelaku usaha lain menjual
kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau
jasa tersebut;
- pelaku usaha lain, di dalam
transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau
jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,
mutu, dan komposisi.
- Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan
konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa
menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang
dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
- Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya
berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi
jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
- Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat l
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha tersebut:
- tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas perbaikan;
- tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau
garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib
memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang
diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari
tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
- barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan
atau tidak dimaksudkan unluk diedarkan;
- cacat barang timbul pada kemudian hari;
- cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai
kualifikasi barang;
- kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
- lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun
sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan
Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 29
- Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak
konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan
pelaku usaha.
- Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh
Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
- Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
- Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk:
- terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan yang
sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
- berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
- meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta
meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 30
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat.
- Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat l dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
- Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang
beredar di pasar.
- Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis
mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
- Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan rnenteri teknis.
- Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat l, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan
konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 32
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di
Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai
fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Pasal 34
- Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
- memberikan saran dan
rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan
pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian
terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
- mendorong berkembangnya
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- menyebarluaskan informasi
melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap
keberpihakan kepada konsumen;
- menerima pengaduan tentang
perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
- melakukan survei yang
menyangkut kebutuhan konsumen.
- Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan
organisasi konsumen internasional.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
- Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota,
serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25
(dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
- Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah
dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
- Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan
Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
- Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen
Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri
atas unsur:
- pemerintah;
- pelaku usaha;
- Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- akademisi; dan
- tenaga ahli.
Pasal 37
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional adalah: a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat; c.
berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki
pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan f. berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 38
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional
berhenti karena:
- meninggal dunia;
- mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
- bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia;
- sakit secara terus menerus;
- berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
- diberhentikan.
Pasal 39
- Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin
oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
- Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal 40
- Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional dapat membentuk perwakilan lbu Kota Daerah Tingkat I untuk
membantu pelaksanaan tugasnya.
- Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat
1 ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal 41
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen
Nasional berkerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua
Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 42
Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara
dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IX
LEMBAGA PFRLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT
Pasal 44
- Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.
- Lernbaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan
konsumen.
- Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat meliputi kegiatan:
- menyebarkan informasi dalam
rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian
konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- memberikan nasihat kepada
konsumen yang memerlukannya;
- bekerja sama dengan instansi
terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
- membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan
konsumen;
- melakukan pengawasan bersama
pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
MENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 4
- Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku
usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
- Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa.
- Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
- Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah
satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Pasal 46
- Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan
oleh:
- seorang konsumen yang
dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
- sekelompok konsumen yang
mempunyai kepentinyan yang sama;
- Lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan
hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan
tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya;
- pemerintah dan/atau instansi
terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan
mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit.
- Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan
kepada peradilan umum.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang
besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat
1 huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan
Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
- Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa
konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan.
- Untuk, dapat diangkat menjadi anggota badan
penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
- warga negara Republik Indonesia;
- berbadan sehat;
- berkelakuan baik;
- tidak pernah dihukum karena kejahatan;
- memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang
perlindungan konsumen;
- berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
- Anggota sebagairnana dimaksud pada ayat 2 terdiri
atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.
- Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3
berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang.
- Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat 1 terdiri atas:
- ketua merangkap anggota;
- wakil ketua merangkap anggota;
- anggota.
Pasal 51
- Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen
terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.
- Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan
anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa
konsumen meliputi:
- melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa
konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
- memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
- melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula
baku;
- melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi
pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;
- menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak
tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa
perlindungan konsumen;
- memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang
ini;
- meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku
usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada
huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan
penyelesaian sengketa konsumen;
- mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat,
dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;
- memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak konsumen;
- memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas
dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur
dalam surat keputusan menteri.
Pasal 54
- Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen,
badan penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis.
- Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat
1 harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, yang mewakili semua
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 3, serta dibantu oleh
seorang panitera.
- Putusan majelis bersifat final dan mengikat.
- Ketentuan teknis lebih lanjut pelaksanaan tugas majelis
diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal 55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib
mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja
setelah gugatan diterima.
Pasal 56
- Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan
tersebut.
- Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima pemberitahuan putusan tersebut.
- Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dianggap menerima putusan
badan penyelesaian sengketa konsumen.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
ayat 3 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa
konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik unluk melakukan
penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti permulaan yang cukup
bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 57
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
ayat 3 dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat
konsumen yang dirugikan.
Pasal 58
- Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 2 dalam waktu paling
lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.
- Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
- Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan
putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima
permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59
- Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen
juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil ,sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 berwenang:
- melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan
terhadap orang, atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan atas
pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan di
tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan
penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- meminta bantuan ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
- Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang
menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar
Pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
- Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku
usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
- Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15,
Pasal 1 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16,
dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
- Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat,
sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana
yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
- perampasan barang tertentu;
- pengumuman keputusan hakim;
- pembayaran ganti rugi;
- perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
- kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
- pencabutan izin usaha.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini
diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus
dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Undang-undang ini berlaku setelah 1 (satu) tahun
sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
|
Disahkan
di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
|
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
AKBAR TANDJUNG
|
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 42
|
|
B.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa,
3.
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen,
4.
Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5.
Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.
Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
C.
Asas Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas yang relevan dengan
pembangunan nasional. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999,
terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu :
1.Asas manfaat
Asas manfaat adalah segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen yang harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.Asas keadilan
Asas keadilan adalah segala upaya dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen dimana memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.Asas keseimbangan
Asas keseimbangan adalah upaya memberikan keseimbangan
antara kepentingankonsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
maupun spiritual.
4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.Asas kepastian hukum Asas kepastian hukum
yakni baik pelaku
maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaran
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
3. Hak-hak dan
Kebijakan menurut UU perlindungan konsumen.
Hak-Hak Konsumen
Lainnya menurut Undang-Undang (Other StatutoryRights)
Berbagai
peraturan, hukum lokal, negara bagian dan federal
dapat digunakan
untuk melindungi konsumen, tiga yang penting
diantaranya :
1.
Konsumen berhak
mengemukakan alasan mengapa mereka menolak kredit berdasarkan informasi yang
diberikan agen pelaporan kredit dibawah aturan the Fair Credit Reporting Act.
2.
Konsumen memiliki hak ketika merasa tidak pugs
atas apa yang dilakukan pihak produsen secara tidak resmi berkaitan dengan
gugatan yang diajukan sebagaimana ditetapkan dalam
Magnuson-
Moss Warranty Act (lihat Appendix 7H).
3.
Konsumen berhak
untuk tidak membayar pembelian kartu kredit yang diperselisihkan kepada
perusahaan kartu kredit ketika terdapat kesalahan sebagaimana ditetapkan the
Fair Credit Billing Act.
Kebijakan perlindungan konsumen belum
sepenuhnya menjadi kesadaran masyarakat. Peredaran barang dan/atau jasa yang
ditawarkan seringkali merugikan konsumen. Kedudukan konsumen yang lemah, membuat
pelaku usaha leluasa melakukan praktek niaga yang tidak jujur dan bertanggung jawab.
Sejalan dengan
upaya sosialisasi kebijakan, meningkatnya kesadaran masyarakat, muiai
mendatangkan pengaduan konsumen. namun kebijakan kebijakan terkait guna
mendukung penanganan masalah perlindungan konsumen belum sepenuhnya tersedia.
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan
implementasi kebijakan perlindungan konsumen oleh pemerintah dalam penanganan
pengaduan konsumen, mengidentifikasi faktor faktor penghambat dan pendukung
implementasi kebijakan perlindungan konsumen dalam menghadapi serbuan barang-barang
impor maupun produk lokal yang tidak memenuhi standar yang menimbulkan
pengaduan konsumen dan mendeskripsikan persepsi dan harapan konsumen terhadap
pelayanan pengaduan konsumen yang dilakukan pemerintah dalam memberikan rasa
nyaman, aman dan keselamatan kepada konsumen. Metoda penelitian yang digunakan
adalah penelitian eksploratif dan deskriptif dengan 5 (lima) variabel
penelitian implementasi kebijakan dan 50
(limapuluh) responden persepsi dan harapan konsumen.
Hasil penelitian menemukan bahwa
dari sisi isi kebijakan, pada penjelasan umum undang-undang ditemukan adanya pengecualian
pemberlakuan undang undang yang dapat menyulitkan penyelesaian pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Ditemukan adanya sistem
perlindungan
konsumen yang
tidak memberikan penjelasan, mengenai sistem yang dimaksud. Ditemukan adanya
isi pasal yang saling bertentangan, pada bab XI. Ditemukan pula beberapa
perangkat kelembagaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang belum terbantuk hingga penelitian ini
dilakukan. Dari sisi birokrasi, mekanisme dan prosedur penyelesaian pengaduan
konsumen belum baku, kewenangan dan tanggung jawab belum mempunyai batas yang
jelas, belum adanya peraturan teknis operasional yang dapat dijadikan acuan,
telah menimbulkan dampak keraguan aparat dalam bertindak melaksanakan
implementasi kebijakan perlindungan konsumen. Dari sisi karakteristik lembaga,
peran dan tugas dijalankan menurut kebiasaan dengan jumlah pelaksana terbatas, membuat
penyelesaian pengaduan konsumen beium sepenuhnya mampu ditangani. Dari sisi
sumber daya, dana yang tersedia sangat
terbatas
dibanding kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan, kemampuan sumber daya manusia
untuk menangani pengaduan konsumen juga sangat terbatas.
Dari sisi kondisi lingkungan,
kondisi sosial dan sikap masyarakat pada umumnya memiliki tingkat kesadaran
yang rendah akan hak sebagai konsumen. Kondisi ekonomi dengan tingkat
pendapatan dan daya beli yang rendah akibat dampak krisis ekonomi yang belum menunjukkan
tanda-tanda pulih, membuat masyarakat masih lebih mengutamakan dapat memperoleh
atau
membeli barang
dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah yang cukup dan murah dan
belum menghiraukan mutu barang danlatau jasa yang dibeli. Kondisi politik
menunjukkan belum memadainya keberpihakan pemerintah kepada konsumen, misalnya
kesulitan dalam penerapan ketentual label Halal pada produk makanan, minuman
dan kosmetik bagi perlindungan konsumen muslim di Indonesia, dan kesulitan dalam
penerapan ketentuan standar barang dan/atau jasa. Keamanan yang rawan pada
beberapa waktu yang
lalu serta
penegakan hukum yang lemah, membuat implementasi kebijakan perlindungan
konsumen tidak mudah diserap masyarakat.
Dari sisi persepsi dan harapan
konsumen, sekalipun konsumen puas atas pelayanan pengaduan konsumen yang
dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen, ditinjau dan karakteristik
responder, hasil penelitian tidak dapat mewakili persepsi dan harapan
masyarakat pada umumnya, terutama tingkat pendidikan responden penelitian
dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat secara keseluruhan.
Temuan persepsi
konsumen terhadap penanganan pengaduan konsumen yang kontras sangat dimungkinkan
karena konsumen yang tidak memahami/tidak memiliki typologi pelayanan ideal,
bisa jadi karena konsumen
tidak lagi
memfokuskan diri pada penyelesaian kasus, tetapi lebih kepada merasa puas atas
pelayanan yang diterima, dapat pula terjadi karena jumlah pengaduan yang
relatif masih kecil sehingga setiap pengaduan konsumen dapat dilayani dengan
baik dan memuaskan.
Undang Undang Perlindungan Konsumen
tetap dibutuhkan termasuk sebagai payung dan ketentuanketentuan mengenai
perlindungan konsumen yang tersebar dalam berbagai undang undang dan peraturan yang
ada.
Agar tujuan
pembuatan Undang Undang Perlindungan Konsumen dapat benar-benar tercapai, maka
perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap isi kebijakan, terutama terhadap
isi pasal-pasal yang tidak sesuai dengan tujuan, isi pasal yang tidak jelas dan
isi pasal yang saling bertentangan. Badan Penyelesaian Konsumen Nasional
sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang Undang Perlindungan Konsumen perlu segera
dibentuk, pembentukan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga
Perlindungan Kosumen Swadaya Masyarakat pada daerah-daerah yang belum
terbentuk, perlu mendapat percepatan. Agar keterbukaan informasi dan akses
terhadap informasi perlindungan konsumen dapat tercipta, maka mekanisme dan
prosedur penyelesaian pengaduan konsumen pada Direktorat Perlindungan Konsumen
yang selama ini telah berjalan, perlu dibakukan dan dituangkan dalam ketetapan
tertulis serta dipublikasikan. Peningkatan kesadaran konsumen akan meningkatkan
jumlah pengaduan, maka perlu penambahan jumlah petugas pelayanan pengaduan
konsumen dengan minat, kemampuan dan keterampilan yang memadai. Guna mempercepat
peningkatan kesadaran konsumen, sosialisasi kebijakan perlindungan konsumen
tidak hanya dilakukan terhadap konsumen, tetapi juga terhadap pelaku usaha.